Sejarah
Perkembangan Akuntansi di Indoneisa
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada
era penjajahan Belanda. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di
Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang
dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini
Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan sebagaimana yang dikembangkan
oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi
komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik
bisnis di Indonesia selam era ini.
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat
selama tahun 1800an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga
pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan
kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru
buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai mulai dikenalkan di
Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya
diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu
kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal
auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah
berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan
pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van
Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Kedatangan Van Schagen merupakan titik tolak
berdirinya Jawatan Akuntan Negara yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan
publik yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di
Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang
lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan
Akuntan Pajak. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja
sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang
akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan
Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul
pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun
1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr.
Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih diggunakan selama era setelah
kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh
sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki
Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958
menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli.
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan,
Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun,
pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi
model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya
jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi seperti
pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (STAN) 1990, Universitas Padjadjaran 1960, Univeritas Sumatra
Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 telah
mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada
tahun 1960. Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem
akuntansi model Amerika.
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok teknokrat
muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi.
Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan
lebih berorentasi pada pasar dengan dukungan praktik akutansi yang lebih baik.
Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang besar dari investor asing
dan lembaga-lembaga internasional. Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan
reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktiknya banyak
ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan yaitu untuk menunjukkan
gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan,
menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk
mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestik dan asing, dan menunjukkan hasil
negatif (rugi) untuk tujuan pajak.
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki
kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal
pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor.
Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga
yayasan yang dikendalikan oleh presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada
tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlahnya besar. Bank Duta
juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya
tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa
pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan
1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi
pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang
pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino”
menjadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah
dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan
dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI
mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah
bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek pengembangan
akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan regulasi akuntansi dan melatih
profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat barbagai aturan
berkaitan dengan akuntansi dalam undang-undang perseroan terbatas. Keempat,
pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/ pelaporan keuangan
kedalam undang-undang pasar modal.
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin
meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan
keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem
perbankan, meningnkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja
sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang
ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada
buruknya praktik akutansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (Tansparancy).
Perkembangan
Standar Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju International Financial Reporting
Standards
Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum
menggunakan secara penuh (full adoption) standar akuntansi internasional
atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar
akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United
Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal
sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia
saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi). Era globalisasi
saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional yang dapat diberlakukan
secara internasional di setiap negara, atau diperlukan adanya keselarasan
terhadap standar akuntansi internasional, dengan tujuan agar dapat menghasilkan
informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, mempermudah dalam
melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier,
investor, dan kreditor. Namun proses keselarasan ini memiliki hambatan
yaitu nasionalisme dan budaya tiap-tiap negara, perbedaan sistem
pemerintahan pada tiap-tiap negara, perbedaan kepentingan antara
perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat
mempengaruhi proses keselarasan antar negara, serta tingginya biaya
untuk merubah prinsip akuntansi. Teknologi informasi yang berkembang
pesat membuat informasi menjadi tersedia di seluruh dunia. Pesatnya
teknologi informasi ini merupakan akses bagi banyak investor untuk
memasuki pasar modal di seluruh dunia, yang tidak terhalangi oleh batasan
negara. Kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi apabila perusahaan-perusahaan masih
memakai prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda.
Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam
standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang
memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan
akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula,
manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan
perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih
relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan
menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan
beban perusahaan.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa
Standar Akuntansi Internasional (IFRS) akan mulai berlaku di Indonesia pada
tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan Akuntan
Indonesia, 2009).
Harmonisasi
Standar Akuntansi Internasional
Choi dan Mueller (1998) mendefinisikan akuntansi
internasional adalah akuntansi internasional yang memperluas akuntansi yang
bertujuan umum, yang berorientasi nasional, dalam arti yang luas untuk: (1)
analisa komparatif internasional, (2) pengukuran dan isu-isu pelaporan
akuntansinya yang unik bagi transaksi bisnis-bisnis internasional dan bentuk
bisnis perusahaan multinasional, (3) kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar
keuangan internasional, dan (4) harmonisasi akuntansi di seluruh dunia dan
harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitas-aktivitas politik,
organisasi, profesi dan pembuatan standar.
IASC (International Accounting Stadard Committe)
adalah lembaga yang bertujuan merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi
sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima
secara luas di seluruh dunia, serta bekerja untuk pengembangan dan keselarasan
standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan (Choi &
Mueller, 1998). IFRS (Internasional Financial Accounting Standard)
adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari
solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk
periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung
informasi berkualitas tinggi yaitu : Pertama, Menghasilkan transparansi bagi
para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan. Kedua,
menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
Ketiga, dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para
pengguna.
Peranan dan
Keuntungan Harmonisasi atau Adopsi IFRS sebagai Standar Akuntansi Domestik
Keuntungan
harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah:
(1)
Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan
(2)
Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang
(3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan
serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan
(4)
Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal internasional
(5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif
dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam
pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.
Perlunya
Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi
internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di
negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar
internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru
keselarasan, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar
internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut
terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik
merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga
secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham
di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar
akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Kecurangan
Akuntansi di Indonesia
Kecuranngan akuntansi telah berkembang di berbagai
negara, termasuk di Indonesia, kecurangan akuntansi telah berkembang secara
luas yang menimbulkan kerugian yang sangat besar hampir diseluruh industri.
Kerugian dari kecurangan akuntansi di pasar modal adalah menurunnya
akuntabilitas manajemen yang membuat para pemegang saham meningkatkan biaya monitoring
terhadap manajemen (kompas, 9 Maret 2010). Umumnya, kecurangan akuntansi
berkaitan dengan korupsi. Dalam korupsi, tindakan yang lazim dilakukan
diantaranya adalah memanipulasi pencatatan laporan keuangan, penghilangan
dokumen, dan mark-up yang merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Tindakan ini merupakan bentuk dari kecurangan akuntansi.
Contoh dari kasus kecurangan akuntansi di Indonesia yaitu kasus Bank Century
atas membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun.
Bagi pihak manajemen, laporan keuangan perusahaan yang sudah diaudit merupakan
beban tersendiri karena laporan keuangan merupakan ukuran keberhasilan kerja
manajemen yang akan dipublikasikan. Opini yang tidak diinginkan oleh para stockholder
(tidak wajar, dan tidak memberikan pendapat) akan menjadi informasi buruk bagi stockholder
itu sendiri. Hal ini akan berimbas pada ketidakpercayaan stockholder
terhadap pihak manajemen perusahaan.
Teori keagenan (Jensen and Meckling, 1976) sering digunakan untuk menjelaskan
kecurangan akuntansi, teori keagenan bermaksud memecahkan dua masalah yang
terjadi dalam hubungan keagenan. Salah satunya adalah masalah yang muncul
apabila keinginan atau tujuan dari pemegang saham dan manajemen bertentangan
dan apabila pemegang saham merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang
sebenarnya dilakukan oleh manajemen. Bila manajemen dan pemegang saham berupaya
memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi
yang berbeda, maka manajemen tidak selalu bertindak sesuai keinginan pemegang
saham. Keinginan, motivasi, dan utilitas yang tidak selalu sama antara pemegang
saham dengan manajemen menimbulkan kemungkinan manajemen bertindak merugikan
pemegang saham, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan
kecurangan akuntansi.
Ada dua tujuan yang dilakukan manajemen dengan merekayasa laporan laba, yang
pertama laporan laba diperbesar dari aslinya agar manajemen dinilai berhasil
dan yang kedua diperkecil untuk mengurangi pajak.
Indonesia termasuk negara dengan peringkat korupsi tertinggi di dunia. Di
indonesia, kecurangan akuntansi dibuktikan dengan adanya likuidasi beberapa
bank (Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bapindo, Bank Exim di marger menjadi Bank
Mandiri. Bank Pikko, Bank Denpac, Bank CIC di marger menjadi Bank Century. Bank
Niaga, Bank Lippo di marger menjadi Bank CIMB Niaga), diajukannya manajemen
BUMN dan swasta ke pengadilan, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak,
korupsi di komisi penyelenggaraan pemilu, dan DPRD. Meskipun kecurangan
akuntansi diduga sudah menahun, namun di Indonesia belum terdapat kajian
teoritis dan empiris secara komprehensif.
Akuntansi
Syariah
Praktik akuntansi yang ada di Indonesia maupun yang
digunakan oleh negara lain umumnya mengacu pada teori akuntansi secara
konvensional. Di Indonesia, pengembangan akuntansi konvesional dilakukan dengan
riset yang lebih bersifat kuantitatif yang dikembangkan oleh Husein Umar.
Alasan logis yang melatarbelakangi riset tersebut adalah semakin berkembangnya
kebutuhan akuntansi yang lebih condong pada bidang keuangan
(akuntansi
keuangan). Lebih diperjelas lagi oleh Supramono dengan bukunya yang berjudul Desain
Proposal Penelitian Akuntansi dan Keuangan. Kedua riset tersebut sangat
bergantung dengan data yang ada di lapangan. Data yang terkumpul kemudian
dianalisis dengan bantuan statistik. Jadi, perkembangan teori akuntansi
konvensional hingga saat ini sangat bersifat empiris. Sebelum lebih jauh
membahas tentang akuntansi syariah, mari kita lihat pengertiannya lebih dahulu.
Akuntansi Syariah didefinisikan sebagai suatu proses penyajian laporan keuangan
perusahaan dengan berdasarkan kepada ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT. Tujuan laporan keuangan syariah adalah menyediakan informasi yg menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan suatu entitas syariah yg bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Tujuan lainnya adalah :
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam setiap transaksi dan
kegiatan usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syari’ah, serta informasi asset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak
sesuai dengan prinsip syariah bila ada yang dalam perolehan dan penggunaannya.
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas
syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada
tingkat keunmtungan yg layak
4. Informasi mengenai keuntungan investasi yg di peroleh penanam modal dan
pemilik dana syirkah temporer dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation)
fungsi sosial entitas syariah. Termasuk pengelolaan dan
penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf.
Dalam perkembangannya akuntansi syariah timbul
karena tuntutan atas lembaga keuangan syariah, baik lembaga bank, maupun
lembaga non bank, dan diterimanya secara internasional tentang transaksi
perbankan secara syariah
Di indonesia, perkembangan perbankan syariah diawali dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia (1991), lalu tahun 1992 dikuatkan dengan UU No. 7 tentang
perbankan yang dijabarkan dalam PP No. 72 Tahun 1992, dan untuk menguatkan
perbankan syariah diterbitkan UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1999.
Selain dari perbankan syariah akuntansi syariah juga ditopang oleh asuransi
syariah. Asuransi syariah pertama kali didirikan di Sudan (1979), dengan nama
The Islamic Insurance Company of Sudan. Berlanjut ke Pakistan, Lebanon,
Nigeria, Inggris, Rusia dan Australia. Di Asia Tenggara yang paling pesat
pertumbuhannya adalah Malaysia (1985). Di Indonesia diawali tahun (1994),
ditandai dengan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia.
Hal yang sedang berkembang saat ini adalah transaksi
investasi syariah dan sektor keuangan non bank, seperti: Obligasi Syariah
(sukuk), Pasar Modal Syariah, Dana Pensiun Syariah, Pendanaan Proyek Syariah,
dan Real Estate Syariah.
Isu Kontemporer yang terjadi yaitu, Pertengahan Juni
2008, Dewan Perwakilan
Rakyat RI
mengesahkan UU Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) tahun 2008 dan UU
Perbankan Syariah tahun 2008, maka dengan diterbitkannya dua UU tersebut,
diharapkan Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah internasional
di Asia.
Etika
Profesi Akuntansi
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan
baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan
etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika
profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada
masyarakat yang memerlukan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dan dengan
orientasi kepada kepentingan publik.
Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
A.
Prinsip Etika
Memberikan
kerangka dasar bagi aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa
profesional oleh anggota. Yang dibagi menjadi delapan prinsip yaitu : tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standard
teknis.
B.
Aturan Etika
1. Independensi, Integritas dan
Objektivitas
Independensi yang berarti
dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam
standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Selanjutnya
integritas dan Objektifitas dimana anggota KAP mempertahankan integritas dan
objektifitas harus bebas dari konflik kepentingan dan tidak boleh membiarkan
adanya salah saji.
2.
Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
Standar Umum
, seorang anggota KAP harus mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan
pengatur standar.
3.
Tanggung Jawab Kepada Klien
Anggota KAP
tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa
persetujuan klien.
4.
Tanggung Jawab kepada Rekan
Anggota
wajib memlihara citra profesi dan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang
dapat merusak citra reputasi rekan seprofesi.
5.
Tanggung jawab Praktik lain
Anggota
tidak diperkenankan melakukan tindakan dan atau mengucapkan perkataan yang
dapat mencemarkan profesi.
C.
Interpretasi Aturan dan Etika
Simpulan
Praktik akuntansi di Indonesia sudah terjadi pada
zaman penjajah Belanda, saat itu tenaga akuntan di Indonesia masih sedikit
jumlahnnya. Sehingga Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi
model Amerika yang sebelumnya menggunakan model Belanda. Seiring dengan
berkembangnya praktik akuntansi di Indonesia penggunaan standar terhadap
praktik akuntansi mulai diberlakukan, dari yang sebelumnya menggunakan PSAK
(Standar Akuntansi Keuangan) sekarang berangsur-angsur beralih menggunakan IFRS
(International Financial Reporting Standard). Hal ini dikarenalkan
tuntutan dalam menyampaikan laporan keuangan yang dapat diterima secara
internasional.
Dalam praktiknya akuntansi di negara-negara lain termasuk Indonesia umumnya
menggunakan landasan teori secara konvensional atau akuntansi konvensional.
Namun akibat krisis yang melanda Indonesia, kini akuntansi kovensional tidak
lagi menjadi acuan secara penuh tetapi kini sudah mulai menggunakan akuntansi
syariah. Hal ini diyakini karena akuntansi syariah berlandaskan pada asas
kemanusiaan sehingga lebih kebal terhadap krisis ekonomi.
Sebagai profesi, akuntan memiliki kode etik dalam menjalankan prktiknya yang
tertera dalam kode etik Akuntan Indonesia. Hal ini dimaksudkan sebagai panduan
dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik,
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.