Selasa, 11 Desember 2012

sejarah dan perkembangan akutansi syariah di indonesia


Sejarah Perkembangan Akuntansi di Indoneisa
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini.
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Kedatangan Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih diggunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli.
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) 1990, Universitas Padjadjaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960. Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika.
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok teknokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorentasi pada pasar dengan dukungan praktik akutansi yang lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang besar dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional. Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktiknya banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan yaitu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan, menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestik dan asing, dan menunjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak.
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan oleh presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlahnya besar. Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” menjadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek pengembangan akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat barbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam undang-undang perseroan terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/ pelaporan keuangan kedalam undang-undang pasar modal.
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningnkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akutansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (Tansparancy).

Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju International Financial Reporting Standards
Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi). Era globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional yang dapat diberlakukan secara internasional di setiap negara, atau diperlukan adanya keselarasan terhadap standar akuntansi internasional, dengan tujuan agar dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, investor, dan kreditor. Namun proses keselarasan ini memiliki hambatan yaitu nasionalisme dan budaya tiap-tiap negara, perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara, perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses keselarasan antar negara, serta tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi. Teknologi informasi yang berkembang pesat membuat informasi menjadi tersedia di seluruh dunia. Pesatnya teknologi informasi ini merupakan akses bagi banyak investor untuk memasuki pasar modal di seluruh dunia, yang tidak terhalangi oleh batasan negara. Kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi apabila perusahaan-perusahaan masih memakai prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda.
Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa Standar Akuntansi Internasional (IFRS) akan mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009).

Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional
Choi dan Mueller (1998) mendefinisikan akuntansi internasional adalah akuntansi internasional yang memperluas akuntansi yang bertujuan umum, yang berorientasi nasional, dalam arti yang luas untuk: (1) analisa komparatif internasional, (2) pengukuran dan isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik bagi transaksi bisnis-bisnis internasional dan bentuk bisnis perusahaan multinasional, (3) kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan internasional, dan (4) harmonisasi akuntansi di seluruh dunia dan harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitas-aktivitas politik, organisasi, profesi dan pembuatan standar.
IASC (International Accounting Stadard Committe) adalah lembaga yang bertujuan merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta bekerja untuk pengembangan dan keselarasan standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan (Choi & Mueller, 1998). IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yaitu : Pertama, Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan. Kedua, menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS. Ketiga, dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Peranan dan Keuntungan Harmonisasi atau Adopsi IFRS sebagai Standar Akuntansi Domestik
Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah:
(1) Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan
(2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang
(3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan  training pada karyawan
(4) Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal internasional
(5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.

Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru keselarasan, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
  
Kecurangan Akuntansi di Indonesia
Kecuranngan akuntansi telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia, kecurangan akuntansi telah berkembang secara luas yang menimbulkan kerugian yang sangat besar hampir diseluruh industri. Kerugian dari kecurangan akuntansi di pasar modal adalah menurunnya akuntabilitas manajemen yang membuat para pemegang saham meningkatkan biaya monitoring terhadap manajemen (kompas, 9 Maret 2010). Umumnya, kecurangan akuntansi berkaitan dengan korupsi. Dalam korupsi, tindakan yang lazim dilakukan diantaranya adalah memanipulasi pencatatan laporan keuangan, penghilangan dokumen, dan mark-up  yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Tindakan ini merupakan bentuk dari kecurangan akuntansi. Contoh dari kasus kecurangan akuntansi di Indonesia yaitu kasus Bank Century atas membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun.
            Bagi pihak manajemen, laporan keuangan perusahaan yang sudah diaudit merupakan beban tersendiri karena laporan keuangan merupakan ukuran keberhasilan kerja manajemen yang akan dipublikasikan. Opini yang tidak diinginkan oleh para stockholder (tidak wajar, dan tidak memberikan pendapat) akan menjadi informasi buruk bagi stockholder itu sendiri. Hal ini akan berimbas pada ketidakpercayaan stockholder terhadap pihak manajemen perusahaan.
            Teori keagenan (Jensen and Meckling, 1976) sering digunakan untuk menjelaskan kecurangan akuntansi, teori keagenan bermaksud memecahkan dua masalah yang terjadi dalam hubungan keagenan. Salah satunya adalah masalah yang muncul apabila keinginan atau tujuan dari pemegang saham dan manajemen bertentangan dan apabila pemegang saham merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya dilakukan oleh manajemen. Bila manajemen dan pemegang saham berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka manajemen tidak selalu bertindak sesuai keinginan pemegang saham. Keinginan, motivasi, dan utilitas yang tidak selalu sama antara pemegang saham dengan manajemen menimbulkan kemungkinan manajemen bertindak merugikan pemegang saham, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan kecurangan akuntansi.
            Ada dua tujuan yang dilakukan manajemen dengan merekayasa laporan laba, yang pertama laporan laba diperbesar dari aslinya agar manajemen dinilai berhasil dan yang kedua diperkecil untuk mengurangi pajak.
            Indonesia termasuk negara dengan peringkat korupsi tertinggi di dunia. Di indonesia, kecurangan akuntansi dibuktikan dengan adanya likuidasi beberapa bank (Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bapindo, Bank Exim di marger menjadi Bank Mandiri. Bank Pikko, Bank Denpac, Bank CIC di marger menjadi Bank Century. Bank Niaga, Bank Lippo di marger menjadi Bank CIMB Niaga), diajukannya manajemen BUMN dan swasta ke pengadilan, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, korupsi di komisi penyelenggaraan pemilu, dan DPRD. Meskipun kecurangan akuntansi diduga sudah menahun, namun di Indonesia belum terdapat kajian teoritis dan empiris secara komprehensif.

Akuntansi Syariah  
Praktik akuntansi yang ada di Indonesia maupun yang digunakan oleh negara lain umumnya mengacu pada teori akuntansi secara konvensional. Di Indonesia, pengembangan akuntansi konvesional dilakukan dengan riset yang lebih bersifat kuantitatif yang dikembangkan oleh Husein Umar. Alasan logis yang melatarbelakangi riset tersebut adalah semakin berkembangnya kebutuhan akuntansi yang lebih condong pada bidang keuangan
(akuntansi keuangan). Lebih diperjelas lagi oleh Supramono dengan bukunya yang berjudul Desain Proposal Penelitian Akuntansi dan Keuangan.  Kedua riset tersebut sangat bergantung dengan data yang ada di lapangan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan bantuan statistik. Jadi, perkembangan teori akuntansi konvensional hingga saat ini sangat bersifat empiris. Sebelum lebih jauh membahas tentang akuntansi syariah, mari kita lihat pengertiannya lebih dahulu.
            Akuntansi Syariah didefinisikan sebagai suatu proses penyajian laporan keuangan perusahaan dengan berdasarkan kepada ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Tujuan laporan keuangan syariah adalah menyediakan informasi yg menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yg bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Tujuan lainnya adalah :
1.      Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam setiap transaksi dan kegiatan usaha.
2.      Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi asset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada yang dalam perolehan dan penggunaannya.
3.      Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap  amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keunmtungan yg layak
4.      Informasi mengenai keuntungan investasi yg di peroleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah. Termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf.

 Dalam perkembangannya akuntansi syariah timbul karena tuntutan atas lembaga keuangan syariah, baik lembaga bank, maupun lembaga non bank, dan diterimanya secara internasional tentang transaksi perbankan secara syariah
            Di indonesia, perkembangan perbankan syariah diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (1991), lalu tahun 1992 dikuatkan dengan UU No. 7 tentang perbankan yang dijabarkan dalam PP No. 72 Tahun 1992, dan untuk menguatkan perbankan syariah diterbitkan UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1999.
            Selain dari perbankan syariah akuntansi syariah juga ditopang oleh asuransi syariah. Asuransi syariah pertama kali didirikan di Sudan (1979), dengan nama The Islamic Insurance Company of Sudan. Berlanjut ke Pakistan, Lebanon, Nigeria, Inggris, Rusia dan Australia. Di Asia Tenggara yang paling pesat pertumbuhannya adalah Malaysia (1985). Di Indonesia diawali tahun (1994), ditandai dengan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia.
Hal yang sedang berkembang saat ini adalah transaksi investasi syariah dan sektor keuangan non bank, seperti: Obligasi Syariah (sukuk), Pasar Modal Syariah, Dana Pensiun Syariah, Pendanaan Proyek Syariah, dan Real Estate Syariah.
Isu Kontemporer yang terjadi yaitu, Pertengahan Juni 2008, Dewan Perwakilan
Rakyat RI mengesahkan UU Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) tahun 2008 dan UU Perbankan Syariah tahun 2008, maka dengan diterbitkannya dua UU tersebut, diharapkan Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah internasional di Asia.

Etika Profesi Akuntansi
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dan dengan orientasi kepada kepentingan publik.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
A.  Prinsip Etika
Memberikan kerangka dasar bagi aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Yang dibagi menjadi delapan prinsip yaitu : tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standard teknis.
B.  Aturan Etika
1.    Independensi, Integritas dan Objektivitas
     Independensi yang berarti dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Selanjutnya integritas dan Objektifitas dimana anggota KAP mempertahankan integritas dan objektifitas harus bebas dari konflik kepentingan dan tidak boleh membiarkan adanya salah saji.
2.    Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
Standar Umum , seorang anggota KAP harus mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar.
3.    Tanggung Jawab Kepada Klien
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan klien.
4.    Tanggung Jawab kepada Rekan
Anggota wajib memlihara citra profesi dan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak citra reputasi rekan seprofesi.
5.     Tanggung jawab Praktik lain
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan atau mengucapkan perkataan yang dapat mencemarkan profesi.
C. Interpretasi Aturan dan Etika

Simpulan
Praktik akuntansi di Indonesia sudah terjadi pada zaman penjajah Belanda, saat itu tenaga akuntan di Indonesia masih sedikit jumlahnnya. Sehingga Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika yang sebelumnya menggunakan model Belanda. Seiring dengan berkembangnya praktik akuntansi di Indonesia penggunaan standar terhadap praktik akuntansi mulai diberlakukan, dari yang sebelumnya menggunakan PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) sekarang berangsur-angsur beralih menggunakan IFRS (International Financial Reporting Standard). Hal ini dikarenalkan tuntutan dalam menyampaikan laporan keuangan yang dapat diterima secara internasional.
            Dalam praktiknya akuntansi di negara-negara lain termasuk Indonesia umumnya menggunakan landasan teori secara konvensional atau akuntansi konvensional. Namun akibat krisis yang melanda Indonesia, kini akuntansi kovensional tidak lagi menjadi acuan secara penuh tetapi kini sudah mulai menggunakan akuntansi syariah. Hal ini diyakini karena akuntansi syariah berlandaskan pada asas kemanusiaan sehingga lebih kebal terhadap krisis ekonomi.
            Sebagai profesi, akuntan memiliki kode etik dalam menjalankan prktiknya yang tertera dalam kode etik Akuntan Indonesia. Hal ini dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.

1 komentar: